Sadar Usia, Tiada Karya

Di angka yang mungkin tergolong sebagai remaja bontot, dua satu menunjukkan bahwa DUA (dunia-akhirat) adalah SATU (semua kepunyaan tuhan). Di periode ini, seharusnya kita bisa lepas dari DUA (donasi Ibu-Ayah) menjadi SATU (usaha atuh). Sejalan dengan akronim yang saya buat-buat, dua satu juga memperlihatkan angka yang matang untuk mengolah rasa. Segala macam rasa, baik yang kita rasakan dari orang maupun sebaliknya. 

"Kalau belum seimbang antara urusan dunia dan akhirat, belum benar hubungan kepada sesama dan Tuhan, hidup masih ditanggung orang tua, apalagi emosi masih kocar-kacir, aku kudu piye?"

Mana saya tahu, saya juga masih begitu. Memang, saya tidak sesuper Mario Teguh, tidak sesemangat Merry Riana, tidak setegas Najwa Shihab, tidak sekocak Raditya Dika, dan tidak selucu negeri ini. Tidak juga sebegitu berpengaruh pada sekitar seperti para buzzer dan influencer. Keberadaan saya cukup untuk disyukuri keluarga, kenihilan saya pun tidak akan mengguncang dunia. 

Tapi: kepala saya lancar mengingat teks drama 'Beginilah Aku ketika Aku Begini'; telinga saya selalu mendengar sorak sorai kerumunan yang menjerit 'Kak, I love you! Kakak inspirasiku!'; mata saya selalu menatap kamera 'Ayo, kemari! Hari ini shooting sampai puas'; dan, bibir saya langsung menukas ketiganya dengan 'Ah, halu maning Abdi teh'.

Saya mendambakan hal besar, meski tidak sesuai dengan hukum fisika. Gaya yang dikerahkan timpang dengan perpindahan yang diinginkan, hingga ujung-ujung menghasilkan nol usaha. Begitulah manusia, lebih senang yang instan, walau yang instan sebenarnya nista. Ketika saya menatap cermin barusan, mungkin ada malaikat yang lewat dan menggerutu, "Lu pikir Lu masih bocah? Gak sadar usia!". Saya pun mengangguk setuju, benar juga. Kepala dua, walau buntutnya masih angka satu, tapi apa yang bisa saya lakukan harusnya lebih bermanfaat.

Sebenarnya, tidak muluk-muluk untuk sejuta umat, sih. Walaupun hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi itu adalah -mengutip Channel Youtube 1%- sebuah peningkatan yang baik meski senilai satu persen setiap hari. Ketimbang hanya rebahan dan menghayal terus, anak kecil justru lebih jago ketimbang orang-orang berkepala dua.

Semakin tua, rasa ingin tahu semakin berkurang, keaktifan bergerak juga menurun, tubuh meronta-ronta untuk istirahat. But, wait, memang siapa yang sudah tua?

Komentar

What's on?

Tentang Aku dan Sebuah Tragedi

Islamic Tolerance

Andai Kata Dunia..

Bukan Mahabarata

Seram