Seram


Menyenangkan hidup di bumi ini, dan aku tidak ingin tinggal di Mars. Cukup bumi yang begitu ramai dengan manusia baik, pecundang, dan para pahlawan yang telah pergi meninggalkan bumi indah ini. Terimakasih pahlawan, kau pergi menyisakan bumi yang tenang untuk kami. Namamu dikenang sampai-sampai terpampang di jalan. Dan tempat tinggalmu yang sekarang cukup indah, dipenuhi cahaya, kolam dengan manusia yang sedang memancing ikannya, setiap hari tamanmu disinggahi manusia. Berbeda dengan tempat tinggal para pecundang yang suram, sepi, sunyi, seram, dan disinggahi manusia terkadang seminggu sekali untuk membersihkan rumput-rumput di atas rumahmu yang kotor.

Ah, tidak enaknya menjadi pecundang yang saat hidup hanya bisa lari. Saat mati di kelilingi jangkrik, katak, dan kunang-kunang yang terkadang datang untuk menghiasi rumahnya yang seram. Selamat malam Pecundang, selamat siap untuk para Pahlawan. Dan aku bingung harus menulis apa untuk kata selanjutnya. Daripada kosong di bawah, lebih baik ku isi dengan puisi-puisi ku. Walaupun kamu bilang  jangan, aku akan tetap menulisnya.

"Terimakasih Tuhan, kau telah ciptakan bumi yang indah ini. Dan jika ada yang lebih indah dari bumi, aku akan tetap memilih bumi, karena di bumi tempatku bersenang-senang." Konyol, kenapa aku harus ciptakan untaian kata seperti itu? Ah, biarlah, agar pembaca senang. Membuat orang senang adalah pahala, bukan? Katanya sih, dan aku percaya itu supaya aku juga senang. Sudah dulu, aku harus sekolah dan tidak mandi karena dingin. 

Takut dingin? Bukan, aku hanya malas saja bermain dengan air.

Wassalam,
Edisi Selasa Tak Lagi Kosong, oleh Manusia Baik.

Komentar

What's on?

Tentang Aku dan Sebuah Tragedi

Islamic Tolerance

Andai Kata Dunia..

Bukan Mahabarata