BUDDHA: Mawas Diri terhadap Pertiwi
oleh Aida Harfitta Nurulinda
Tidak perlu
dipertanyakan lagi betapa tempat yang kita tinggali ini amat indah dan nyaman. Tuhan
telah menghamparkan sebaik-baiknya tempat yang bisa dihuni ciptaan-Nya. Udara bebas
dihirup siapa pun, perairan bisa dimanfaatkan, bebatuan dan tumbuhan dapat
diolah untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Falsafah hidup berbagai agama, termasuk agama Buddha menghendaki
keseimbangan antara pemenuhan kepentingan material dan spiritual. Buddhadharma menghubungkan
lingkungan alam dengan kebutuhan manusia untuk menumbuhkan atmosfer kebahagiaan
di muka bumi.
Menyadur tulisan Rospita O.P. Situmorang dan Johansen SIlalahi, Agama
dan Konservasi Lingkungan: Pandangan Agama Buddha pada Pengelolaan Taman Alam
Lumbini, terdapat empat poin penting mengenai prinsip agama Buddha tentang
pelestarian lingkungan. Pertama, ajaran bahwa ada hubungan timbal balik yang
saling berinteraksi dan memengaruhi (Paticcasamuppada). Kondisi alam
sangat bergantung pada tata kelola manusia. Sering kali secara sadar atau
tidak, manusia mengeksploitasi lingkungan hidup secara berlebihan untuk
keuntungan diri sendiri. Tapi, tidak usah bicara hal terlalu besar. Sudahkah kita
membuang sampah pada tempatnya?
Kedua, penghargaan
terhadap lingkungan adalah tindakan mencapai kesucian batin. Salah satu ajaran
Buddha untuk mencapai kesucian batin ini ialah dengan meditasi. Tanpa lingkungan
yang bersih dan nyaman, meditasi tidak akan tercapai dengan sempurna. Sang Buddha
mengajarkan manusia untuk melihat ke dalam dirinya sendiri, dengan begitu
terciptalah keseimbangan antara manusia dan alam. Sesuai dengan pendapat
Nyanasuryanadi (dalam Rospita & Johansen), seseorang yang melihat dirinya
dengan pandangan terang, maka ia telah melihat keseluruhan alam semesta yang
saling berinteraksi dan memengaruhi.
Ketiga, membangun kebun
atau menanam pohon memiliki makna khusus, sebagaimana tiga peristiwa utama yang
menyangkut kehidupan Sang Buddha, yakni kelahiran, penerangan, dan kematian
yang mengambil tempat di bawah pohon. Sang Buddha juga menasehati biarawan
untuk bermeditasi di kaki pohon. Prinsip ketiga ini menjadi tindakan yang
berjasa dalam kehidupan umat Buddha.
Keempat, merusak
tanaman adalah suatu pelanggaran. Sang Buddha dan siswa-Nya tidak merusak
biji-bijian yang masih bisa tumbuh, para bhikku tidak dianjurkan melakukan
perjalanan pada musim hujan untuk menghindari menginjak tunas-tunas tanaman
atau mengganggu kehidupan binatang kecil yang muncul setelah hujan. Dengan memahami
dan mengimplementasikannya, keseimbangan dan kelestarian lingkungan alam dapat
terwujud.
Sebuah perbuatan kecil memang berdampak kecil, namun jika setiap
orang di dunia melakukan perbuatan kecil tersebut tentunya akan membawa dampak
yang sangat besar. Salah satu commercial break di televisi juga
mengatakan walaupun kecil, sampah ya sampah. Kepedulian yang muncul dari
hal kecil adalah permulaan yang baik, yang akan menuntun kita menuju kepedulian
pada hal yang lebih besar.
Komentar
Posting Komentar