Kisah Klasik : Sampah


credit : Brilio.net

Hai.

Sore ini, bumi dibasahi dengan hujan rintik-rintik. Saat itu juga, saya sedang dalam perjalanan pulang setelah seharian berada di kampus. Bukan mahasiswa teladan, lah. Saya terlalu sering datang terlambat, dan itu kini mulai menjadi budaya yang tak patut dilestarikan.

Jadi, dalam perjalanan pulang tadi, saya melihat seorang “abang” yang membuang puntung rokoknya sembarangan. Seketika dalam hati saya geram, beruntung tak jauh di depan kami ada lampu merah. Saya langsung cepat-cepat berhenti di sebelah abang itu. Sebenarnya dalam hati saya sih dag-dig-dug, harus ditegur atau tidak? Pikir saya. Tapi kalau tidak ditegur juga, berarti saya tak perduli pada lingkungan.

Akhirnya, saya beranikan diri dan menegur abang itu. Masih muda, sepertinya umur 20-an dan kemungkinan besar, ya insan-insan intelektual kalau dilihat dari wajahnya. Setelah berbincang tak cukup lama, abang itu bilang, “..kan cuma puntung rokok.” Ya Tuhan, telinga saya kembali memanas mendengar beliau bicara seperti itu.

Wahai manusia yang memiliki akal dan pikiran, sekecil apapun sampah, ya tetap saja sampah. Dimanapun kita berada, kapanpun waktunya, bagaimanapun kondisinya, ya tetap saja jangan menyampah. Kalimat klasik, “Bayangkan jika setiap orang di bumi membuang satu bungkus permen sembarangan, pasti dunia dipenuhi sampah.” Sederhananya, ya seperti itu, sampah harus dibuang pada tempatnya. Tapi, tak menghasilkan sampah itu lebih luar biasa.

Edisi Mengulang Cerita Lama, oleh Calon Sarjanawati.

Komentar

What's on?

Tentang Aku dan Sebuah Tragedi

Islamic Tolerance

Andai Kata Dunia..

Bukan Mahabarata

Seram