Apotek 2
Dan setelah dari apotek, aku langsung
berangkat. Aku
masih santai dalam perjalanan,
tidak terlalu cepet karena
bisa menyebabkan kecelakaan, mungkin temanku juga masih santai dalam bis. Dan
aku berfikir di jalan, bagaimana kalau saya menunggu di warung makan, karena perutku harus diisi biar
tidak bunyi dan aku ingat bahwa aku punya teman yang kerja di warung makan. Dan
aku harus mampir ke warung makan itu.
Setelah
sampai di warung, aku langsung duduk bukan
pura-pura jadi tamu, tapi memang harus jadi tamu
supaya saya dilayani dengan baik. Dan
dia tidak kaget karena
dia kenal dengan saya. Dia tidak tanya
mau makan apa,
rupanya dia langsung beri
saya nasi goreng karena
di sana
cuma jualan nasi goreng. Menurut
saya, itu pekerjaan yang tidak
punya kerjaan. Kenapa masih digoreng nasi yang sudah masak, dan biarlah
mereka berkreasi. Ku
bilang, "terima kasih
mas" dengan nada yg sangat baik. Lalu dia membalas "iya sama-sama tuan." Aku tidak tertawa karna aku rasa dia tidak
sedang melawak. Lalu dia mengantarkan minuman es teh, padahal aku tidak
memintanya, dia memang baik tanpa ku minta langsung dikasih.
Tapi ada sisi tidak baiknya dia, karena saya harus bayar setelah
makan dan itu tidak baik bagi dompet saya. Setelah
selesai makan, aku
masih ngobrol sama dia dan tidak
langsung pergi. Kira-kira setelah mau bayar, saya buka dompet saya dan
membuat dia kaget karna isi dompet isinya daun semua tertata dengan sangat rapi. Lalu
saya bilang,
"astaghfirullah, allahu akbar, mashaallah, padahal tadi siang masih uang loh" yang
tentunya itu rencana saya,
karena tadi sudah ku isi daun
dan uang aslinya sudah ku pindah ke kantong saya.
Terus aku bilang, "tidak apa-apa, untung saya masih nyimpan
uang di kantong dan mudah-mudahan
bukan daun juga". Andai saja kau ada di antara kami dan melihat dompet
saya yang isi daun semua,
tapi faktanya tidak ada kalian disana. Dan langsung harus pergi setelah bayar
karena tujuan saya ialah
menjemput teman saya, saya takut ia
diculik dan saya harus bertanggungjawab tapi
tentunya itu takkan terjadi. Saya
hubungi dia dan rupanya waktu saya pas, dia juga baru
turun dari bis dan tengah membayar sama sopirnya. Lalu
Dia bilang,
"mau langsung pulang apa makan dulu?" lalu ku jawab "langsung
pulang sajalah kita makan di rumahmu saja."
Karena saya tidak enak, aku tau dia ada uang tapi
aku tau juga dia punya anak dan istri,
mungkin lebih baik uangnya dibuat beli susu saja.
Kau
boleh berpendapat tentang saya bahwa saya cuma pencitraan saja, tapi aku pastikan itu kata-kata tulus dari hati saya. Dia
memang baik dengan saya karena
saya kenal dengannya sangat lama,
bahkan lebih lama saya kenal dari penjual obat di apotek tadi. Dan kami harus
pulang karena
dinginnya malam tidak baik buat kesehatan katanya, dan aku harus percaya karena dinginnya memang sangat
menyengat. Dalam perjalanan,
dia cerita banyak tentang di perantauan yang tentunya aku tidak ingin
mendengarnya tapi harus ku dengarkan karna aku punya telinga yang masih normal. Sesekali
aku juga menyambung
pembicaraannya agar dia tidak diam dan terus ngomong biar ramai.
Akhirnya
kami sampai pada rumah yang dituju. Aku masuk
melalui pintu rumahnya
bukan dengan keberanian,
aku rasa tidak perlulah apa itu keberanian untuk masuk dalam rumahnya. Dan
rumahnya cukup besar tapi itu bukan rumahnya, itu rumah mertuanya dan membuat
saya malu karena
saya harus berpura-pura
baik di dalam keadaan yang sama sekali tidak saya inginkan. Saya
rasa saya terjebak dalam keadaan yang
sama sekali aku tidak menginginkannya dan aku tidak bisa meninggalkannya.
Bersambung.....
Edisi Kau Tahu Apa yang Ku.., oleh Manusia
Baik.
Komentar
Posting Komentar