Pemimpin di Hari Senin
Suara
berisik dalam barisan. Berdiri tak tegap, tertawa, bercanda, menghina, tak
menghargai, tak menghormati. Bisa apa kau dengan kemampuan bahasa Indonesia mu.
Pergi ke konter masih membaca 0 (membaca: kosong), buat apa kau mencela,
menghina, menjatuhkan di depan orang, layaknya kau sebagai orang kebenaran.
Aku
memang si kurus tengil, hitam, pendek. Lisan ku kaku tak dapat menyebut dengan
baik. Huruf R yang ku punya memang berkarat, seperti besi yang tak dirawat.
Hingga ketika aku menyebut kata “Negeri” menjadi “Negri” karena ketidaksengajaan
ku. Kau bilang aku tak mencintai negeri ini? Selamat, kau pahlawan.
Aku
sang pemimpin di hari Senin. Berdiri tegap tak terusik. Menghormati sang merah
putih dengan gagah berani. Matahari membawa panas semakin terik. Perintah
ku mutlak harus ditaati sebagai bukti cinta pada negeri. Ku teriakan dengan
lantang aba-aba “SIAP GERAK.” Kalimat mutlak yang harus dilaksanakan. Sayang, 3
detik saja kau bertahan. Sikap cengengesan karena kepanasan, kau
bergerak kesana kemari. Sungguh tak menghargai.
Maafkan
aku yang tak mengerti. Tak pandai berdiskusi, tak kenal kompromi.
Terima kasih.
Edisi Santri Selayaknya Santri, oleh
Watermark.
Komentar
Posting Komentar